Melongok Independensi Media dari Dapur Redaksi

[IMG:img-0180-edit.jpeg]

Menutup kegiatan rutin workshop kehumasan tahun 2014, Serikat Perusahaan Pers (SPS) Pusat menyelenggarakan kegiatan Two Days Media Visit for Executive PR bertema Understanding Editorial Policy of The Press in Indonesia. Acara yang digelar setahun sekali ini berlangsung pada Rabu-Kamis (10-11/12/2014). Tak kurang dari 30 peserta yang terdiri dari para praktisi public relations dari berbagai korporasi, kementerian, lembaga, dan perguruan tinggi mengikuti kegiatan ini dari awal hingga akhir acara.

Acara dibuka oleh Direktur Eksekutif SPS Pusat Asmono Wikan di Aula SPS, pada Rabu (10/12/2014). “Pembukaan acara ini sengaja digabung dengan pembukaan School of Media Management (SoMM) yang mengunjungi kantor biro iklan dan pengiklan, agar para peserta bisa berinteraksi langsung dan saling menjalin networking,” katanya.

Kunjungan hari pertama diawali dari Dewan Pers, berlanjut ke Kantor Redaksi Koran Sindo, Harian Kompas, dan berakhir di Kompas TV. Di Dewan Pers para peserta diterima oleh Anggota Dewan Pers, Ray Wijaya. Pria yang pernah menjadi Pemimpin Redaksi MNC TV ini menyambut baik kehadiran para praktisi PR dari berbagai korporasi dan lembaga.

Kepada para peserta Ray menjelaskan,tugas dan fungsi Dewan Pers di era Reformasi yang sudah jauh berbeda dibanding era Orde Baru. “Dewan Pers kini adalah lembaga independen yang para anggotanya dipilih oleh para stakeholders pers, bukan oleh pemerintah seperti masa Orde Baru,” ujar Ray yang duduk di Dewan Pers mewakili organisasi wartawan sekaligus didukung oleh perusahaan pers.

Selama satu jam Ray berdialog dengan para peserta. Beragam topik dibicarakan, mulai dari kebebasan pers, media literasi, uji kompetensi, pengaduan, pendataan perusahaan pers, dan berbagai hal terkait pers mengacu pada UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers, Kode Etik Jurnalistik, dan peraturan terkait lainnya.

Ray mengajak agar para praktisi PR turut serta mewujudkan kehidupan pers yang sehat dan bermartabat. “Jika perusahaan Anda menemui masalah dengan pers, silakan adukan ke kami. Kalau masalahnya terkait kasus jurnalistik kami akan tindaklanjuti. Tapi kalau kriminal kami serahkan ke polisi sesuai dengan MoU Dewan Pers dengan Polri,” ujarnya.

Usai berkunjung ke Dewan Pers para peserta bertolak menggunakan bus ke kantor redaksi Koran Sindo (MNC Group). Mereka tiba di lokasi sekira pukul 11.00 WIB dan diterima oleh redaktur Koran Sindo Bakti Munir dan Redaktur Pelaksana Sindonews.com Andryanto Wisnuwidodo.

Setelah memberi pengantar singkat, Bakti Munir mempersilakan peserta untuk berdialog. Beragam pertanyaan muncul, umumnya mereka ingin mengetahui kebijakan redaksi Koran Sindo, berita yang seperti apa yang bisa dimuat, dan sedikit tanggapan terkait pemberitaan Sindo selama ini.

Menurut Munir, pada awal kelahirannya sembilan tahun lalu, Sindo memang lebih kental dengan berita-berita politik dan hukum, namun bukan berarti mengabaikan berbagai bidang lainnya. Karena itu, pada perkembangannya, Sindo lebih mengutamakan keragaman konten dengan menyajikan berita politik, hukum, ekonomi, olahraga, hingga lifestyle. “Kami ingin menjadi korannya seluruh anggota keluarga,” ujarnya.

Terkait kebijakan editorial, Andry menambahkan, Koran Sindo dan Sindonews adalah media independen yang berpegang pada UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Ia mengakui memang terkadang judul berita agak ke kanan atau ke kiri, namun hal itu sebenarnya lebih untuk menyatakan independensinya. “Kalau kami bekerja di luar koridor hukum dan kode etik, silakan masyarakat menilai dan ingatkan kami,” katanya.

Selain berdialog, dua wartawan senior Sindo itu pun mengajak para peserta melihat lebih dekat kerja wartawan di ruang redaksi Koran Sindo dan Sindonews.com. Tak mau melewatkan kesempatan, sebagian peserta memanfaatkan momen ini untuk berkenalan langsung dengan para redaktur yang tengah menyunting berita dari para reporter di lapangan.

Dari Sindo para peserta singgah sejenak di sebuah restoran di bilangan Sabang. Setelah makan siang mereka pun melanjutkan perjalanan ke kantor redaksi Harian Kompas di daerah Palmerah, Jakarta Selatan. Tiba di Kompas, rombongan diterima dengan hangat oleh Wakil Pemimpin Redaksi Kompas James Luhulima, Wakil Redaktur Pelaksana Kompas Sutta Dharmasaputra, Redaktur Rubrik Nusantara Tri Agung Kristanto, dan GM Corporate Communications Kompas  Gramedia Nugroho F Yudho.

Menyambut para praktisi PR, James Luhulima menceritakan sekilas sejarah Kompas. Berdiri pada 28 Juni 1965, Kompas kini tengah menyongsong ultah ke 50. Selain itu, ia juga menjelaskan alur kerja redaksi suratkabar sejak pencarian berita, penulisan, penyuntingan, layout, cetak, hingga sirkulasinya.

Sutta Dharmasaputra menambahkan, di tengah perkembangan media seperti sekarang ini biasanya orang lebih banyak membaca berita online, namun media cetak tetap punya tempat tersendiri. “Soal akurasi dan kredibilitas suatu berita yang beredar di media online, sepertinya baru akurat kalau sudah dimuat di suratkabar. Kalau muncul di koran legitimasinya menjadi kuat,” ujarnya.

Sementara itu, Nugroho F Yudho, menjelaskan apa yang sesungguhnya diinginkan wartawan dari para praktisi PR. “Wartawan ingin mendapatkan berita dari narasumber yang paling kredibel mewakili perusahaan/lembaga. Karena itu, praktisi humas sebaiknya menjembatani wartawan ke pimpinannya atau jurubicara yang ditunjuk perusahaan. Mengapa? Karena kalau mereka hanya mendapatkan pernyataan dari Humas itu tidak dianggap oleh redakturnya,” jelasnya.

Kesempatan bertemu langsung dengan jajaran redaksi Kompas dimanfaatkan maksimal oleh para peserta untuk mendialogkan berbagai hal. Tak lupa usai diskusi mereka juga diajak berkeliling dan menyapa para wartawan di ruang redaksi Harian Kompas. Mereka menyaksikan langsung proses kerja redaksi dari dekat.

Berkunjung ke redaksi Harian Kompas kurang lengkap rasanya jika tidak mampir ke media teranyar mereka yaitu Kompas TV, yang berjarak hanya sekira 200 meter dari kantor Harian Kompas. Mengingat jarak yang dekat, rombongan media visit SPS Pusat pun berjalan kaki menuju Kompas TV. Tiba di Kompas TV, mereka diterima oleh Alexander Wibisono GM News Gathering dan Zaki Superintenden dari divisi yang sama.

Membuka obrolan siang itu, Alex menampilkan slide profil Kompas TV. Sepeninggal alm. Taufik Miharja, televisi nasional berjaringan ini kini dipimpin oleh Rosiana Silalahi. Kompas TV ditopang oleh tim yang kuat dengan 33 reporter nasional, 5 video journalist, 5 kameramen, dan 67 tim organik di seluruh Indonesia. Sebagai stasiun televisi berjaringan, Kompas TV kini terkoneksi dengan 24 stasiun televisi di tingkat lokal di seluruh Indonesia.

Menurut Alex, secara editorial, kebijakan yang diambil Kompas TV berada di tengah alias independen. Hal ini dimungkinkan dengan keragaman background tim di redaksi dan arahan dari pimpinan untuk selalu menjaga independensi. Rencananya tahun 2015 Kompas TV akan diluncurkan kembali untuk memperkuat positioningnya sebagai televisi berita.

Menjawab pertanyaan peserta tentang kriteria berita yang layak muat di televisi, Alex memberikan sedikit bocoran. Karakter utama televisi adalah visual, karena itu televisi jarang sekali memuat berita konferensi pers perusahaan yang cenderung tak menarik secara visual.

“Kami sangat mempertimbangkan gambar. Hindari acara seremonial, itu tidak akan kita tayangkan. Lalu, di televisi pernyataan narasumber hanya 20-30 detik, selebihnya gambar. Karena itu, siapa yang bicara juga sangat menentukan, harus pimpinan tertinggi di perusahaan/lembaga bukan humas/PR-nya,” jelas Alex.

Setelah puas berdiskusi, Alex mempersilakan peserta melihat sudut-sudut ruang redaksi Kompas TV. Namun, sayang sekali mereka tak dapat masuk ke ruang studio karena tengah siaran live berita sore. Mereka pun masuk ke ruang redaksi bertemu dengan para produser dan presenter, termasuk presenter kenamaan Aiman Wicaksono. Tak lupa mereka pun menutup kunjungan sore itu dengan berfoto bersama.

Memasuki hari kedua, Kamis (11/12/2014), kegiatan media visit dilanjutkan dengan mengunjungi tiga redaksi media, yakni LKBN Antara, Detik.com, dan Tempo. Tiba di kantor redaksi LKBN Antara sekira pukul 09.00 WIB, para peserta disambut Bambang Purwanto selaku redaktur bidang Internasional dan Ekonomi. Pagi itu, selain Bambang tampak turut mendampingi Corporate Secretary LKBN Antara.

Bambang menjelaskan Antara didirikan antara lain oleh Adam Malik mantan Wapres. Antara dibentuk untuk menyuarakan perjuangan rakyat. Tahun 2007 lembaga ini berubah menjadi Perusahaan Umum (Perum) yang memproduksi berita, terdiri atas berita teks, foto, dan audiovisual.

Selama sekira 45 menit para peserta berdialog dengan redaksi Antara. Mereka membincang berbagai hal, mulai dari sejarah Antara, hubungannya dengan pemerintah, dan bagaimana masa depan antara di tengah persaingan media terkini.

Menjelang siang, sekira pukul 10.58 WIB peserta tiba di Kantor Redaksi Detik.com di bilangan Warung Buncit, Jakarta Selatan. Rombongan diterima oleh pemimpin redaksi Detik.com Arifin Asydhad dan Direktur Information Teknologi Detik.com Heru Tjatur.

Arifin menjelaskan, Detik.com pertama kali online pada 1999. Setelah melewati berbagai tantangan, Detik.com berkembang menjadi portal berita nomor satu dan terpercaya di Indonesia. Hingga akhir bulan lalu Detik.com tercatat memiliki 190 juta impression per hari dengan uniqe visitor 8-18 juta per hari.

Kendati kini Detik.com telah dibeli pengusaha Chairul Tanjung, namun Arifin menjamin Detik.com tetap menjadi media yang kritis dan independen. Di bawah payung Trans Media, Detik.com berkembang dengan menelurkan berbagai produk lain baik majalah maupun portal berita seperi CNN Indonesia.com.

Detik.com kini dikelola oleh 300 wartawan, yang sebagian besar (85 persen) berbasis di Jakarta. “Selain itu di daerah kami juga memiliki relawan atau kontributor,” tambah Arifin.

Sesi dialog berlangsung hangat. Salah satu peserta, Saraswati, dari Ditjen Pajak menanyakan teknis pemberitaan dalam menerapkan cover both side mengingat media online mengutamakan kecepatan. Hal ini langsung dijawab oleh Arifin Asydhad. Menurutnya media massa mencari kebenaran. Hari ini belum benar besok bisa benar. Setelah berlangsung sekira satu jam, acara pun usai.

Usai makan siang di salah satu restoran di selatan Jakarta, para peserta bertolak ke Kantor Redaksi Tempo di daerah Kebayoran Lama. Mereka tiba sekira pukul 14.30 WIB. Di sana mereka disambut oleh Redaktur Senior Majalah Tempo, LR Baskoro. Dalam kesempatan itu, Baskoro menjelaskan perkembangan Majalah Tempo dan berbagai kasus pemberitaan yang sempat dialami Tempo baik dengan korporasi maupun tokoh publik.

Saat diberikan kesempatan dialog, salah seorang peserta sempat kaget melihat kantor majalah Tempo, sebab di luar nama Tempo demikian besar, tapi ternyata hanya berkantor di perkantoran biasa. Baskoro pun menjawab bahwa sebentar lagi Tempo akan menempati gedung sendiri yang lebih representatif di daerah Palmerah Jakarta Selatan. Dialog renyah pun terus mengalir hingga acara usai pukul 15.07 WIB. Kunjungan ke Tempo sekaligus menjadi penutup kegiatan Two Days Media Visit for Executive PR. Setelah berpamitan, para peserta pun kembali ke bus menuju Gedung Dewan Pers. ***nia/nif/asw